Selamat Datang Sahabat Cemerlang

Sunday, 8 January 2017

Subhanallah, Ibu ini Membawa Anaknya Sukses Tanpa Sekolah Formal!!

real picture Septi Peni Wulandani Family's
Tiga anaknya tidak sekolah di sekolah formal layaknya anak-anak pada umumnya.
Tapi ketiganya mampu menjadi anak teladan, dua di antaranya sudah kuliah di luar negeri di usia yang masih sangat muda. Saya cuma berdecak gemetar mendengarnya.

Bagaimana bisa?

Namanya Ibu Septi Peni Wulandani.
Kalau kita search nama ini di google, kalian akan tahu bahwa Ibu ini dikenal sebagai Kartini masa kini. Beliau seorang ibu rumah tangga profesional, penemu model hitung jaritmatika, juga seorang wanita yang amat peduli pada nasib ibu-ibu di Indonesia.

Seorang wanita yang ingin mengajak wanita Indonesia kembali ke fitrahnya sebagai wanita seutuhnya. Beliau bercerita kiprahnya sebagai ibu rumah tangga yang mendidik tiga anaknya dengan cara yang bahasa kerennya anti mainstream.

It’s like watching 3 Idiots. But this is not a film.
This is a real story from Salatiga, Indonesia.
Semuanya berawal saat beliau memutuskan untuk menikah. Jika ada pepatah yang mengatakan bahwa pernikahan adalah peristiwa peradaban, untuk kisah Ibu Septi, pepatah itu tepat sekali.

Di usianya yang masih 20 tahun, Ibu Septi sudah lulus dan
mendapat SK sebagai PNS. Di saat yang bersamaan, beliau
dilamar oleh seseorang. Beliau memilih untuk menikah, menerima lamaran tersebut.

Namun sang calon suami mengajukan persyaratan: beliau ingin yang mendidik anak-anaknya kelak hanyalah ibu kandungnya.

Artinya?
Beliau ingin istrinya menjadi seorang ibu rumah tangga. Harapan untuk menjadi PNS itu pun pupus.

Beliau tidak mengambilnya.
Ibu Septi memilih menjadi ibu rumah tangga. Baru sampai cerita ini saja saya sudah gemeteran. Akhirnya beliaupun menikah. Pernikahan yang unik. Sepasang suami istri ini sepakat untuk menutup semua gelar yang mereka dapat ketika kuliah. Aksi ini sempat diprotes oleh orang tua, bahkan di undangan pernikahan mereka pun tidak ada tambahan titel/ gelar di sebelah nama mereka.

Keduanya sepakat bahwa setelah menikah mereka akan
memulai kuliah di universitas kehidupan. Mereka akan belajar dari mana saja. Pasangan ini bahkan sering ikut berbagai kuliah umum di berbagai kampus untuk mencari ilmu. Gelar yang mereka kejar adalah gelar almarhum dan almarhumah.
Subhanallah......Tentu saja tujuan mereka adalah khusnul
khatimah.

Sampai di sini, sudah kebayang kan bahwa pasangan
ini akan mencipta keluarga yang keren?Ya, keluarga ini makin keren ketika sudah ada anak-anak hadir melengkapi kehidupan keluarga.

Dalam mendidik anak, Ibu Septi menceritakan salah satu prinsip dalam parenting adalah demokratis, merdekakan apa keinginan anak-anak. Begitupun untuk urusan sekolah. Orang tua sebaiknya memberikan alternatif terbaik lalu biarkan anak yang memilih.
Ibu Septi memberikan beberapa pilihan sekolah untuk anaknya:
mau sekolah favorit A? Sekolah alam? Sekolah bla bla bla. Atau tidak sekolah? Dan wow, anak-anaknya memilih untuk tidak sekolah. Tidak sekolah bukan berarti tidak mencari ilmu kan?

Ibu Septi dan keluarga punya prinsip: Selama Allah dan Rasul tidak marah, berarti boleh. Yang diperintahkan Allah dan Rasul adalah agar manusia mencari ilmu. Mencari ilmu tidak melulu melalui sekolah kan? Uniknya, setiap anak harus punya project yang harus dijalani sejak usia 9 tahun. Dan hasilnya?
real picture anak Ibu Septi Peni Wulandani.
Enes, anak pertama. Ia begitu peduli terhadap lingkungan,
punya banyak project peduli lingkungan, memperoleh
penghargaan dari Ashoka, masuk koran berkali-kali. Saat ini usianya 17 tahun dan sedang menyelesaikan studi S1nya di Singapura. Ia kuliah setelah SMP, tanpa ijazah. Modal
presentasi. Ia kuliah dengan biaya sendiri bermodal menjadi seorang financial analyst. Bla bla bla banyak lagi. Keren banget.
Saat kuliah di tahun pertama ia sempat minta dibiayai orang tua, namun ia berjanji akan menggantinya dengan sebuah perusahaan. Subhanallah. Uang dari orang tuanya tidak ia gunakan, ia memilih menjual makanan door to door sambil mengajar anak-anak untuk membiayai kuliahnya

Ara, anak ke-2. Ia sangat suka minum susu dan tidak bisa hidup tanpa susu. Karena itu, ia kemudian berternak sapi. Pada usianya yang masih 10 tahun, Ara sudah menjadi pebisnis sapi yang mengelola lebih dari 5000 sapi. Bisnisnya ini konon turut membangun suatu desa. WOW! Sepuluh tahun gue masih ngapain?
Dan setelah kemarin kepo, Ara ternyata saat ini juga tengah kuliah di Singapura menyusul sang kakak.

Elan, si bungsu pecinta robot. Usianya
masih amat belia. Ia menciptakan robot dari sampah. Ia percaya bahwa anak-anak Indonesia sebenarnya bisa membuat robotnya sendiri dan bisa menjadi kreatif. Saat ini, ia tengah mencari investor dan terus berkampanye untuk inovasi robotnya yang terbuat dari sampah.

Keren!! Saya cuma menunduk, what I’ve done until my 20.
Banyak juga peserta yang lalu bertanya, “kenapa cuma 3, Bu?”hehe.

Dari cerita Ibu Septi sore itu, saya menyimpulkan beberapa
rahasia kecil yang dimiliki keluarga ini, yaitu:

1. Anak-anak adalah jiwa yang merdeka, bersikap demokrati kepada mereka adalah suatu keniscayaan

2. Anak-anak sudah diajarkan tanggung jawab dan praktek
nyata sejak kecil melalui project. Seperti yang saya bilang tadi, di usia 9 tahun, anak-anak Ibu Septi sudah diwajibkan untuk punya project yang wajib dilaksanakan. Mereka wajib presentasi kepada orang tua setiap minggu tentang project tersebut.

3. Meja makan adalah sarana untuk diskusi. Di sana mereka akan membicarakan tentang ‘kami’, tentang mereka saja, seperti sudah sukses apa? Mau sukses apa? Kesalahan apa yang dilakukan? Oh ya, keluarga ini juga punya prinsip, “kita boleh salah, yang tidak boleh itu adalah tidak belajar dari kesalahan tersebut”. Bahkan mereka punya waktu untuk merayakan kesalahan yang disebut dengan “false celebration”.

4. Rasulullah SAW sebagai role model. Kisah-kisah Rasul diulas.
Pada usia sekian Rasul sudah bisa begini, maka di usia sekian berarti kita juga harus begitu. Karena alasan ini pula Enes memutuskan untuk kuliah di Singapura, ia ingin hijrah seperti yang dicontohkan Rasulullah. Ia ingin pergi ke suatu tempat di mana ia tidak dikenal sebagai anak dari orang tuanya yang memang sudah terkenal hebat.

5. Mempunyai vision board dan vision talk. Mereka punya
gulungan mimpi yang dibawa ke mana-mana. Dalam setiap
kesempatan bertemu dengan orang-orang hebat, mereka akan share mimpi-mimpi mereka. Prinsip mimpi: Dream it, share it, do it, grow it!

6. Selalu ditanamkan bahwa belajar itu untuk mencari ilmu,
bukan untuk mencari nilai

7. Mereka punya prinsip harus jadi entrepreneur. Bahkan san ayah pun keluar dari pekerjaannya di suatu bank dan membangun berbagai bisnis bersama keluarga. Apa yang ia dapat selam bekerja ia terapkan di bisnisnya.

8. Punya cara belajar yang unik. Selain belajar dengan cara home schooling di mana Ibu sebagai pendidik, belajar dari buku dan berbagai sumber, keluarga ini punya cara belajar yang disebut Nyantrik. Nyantrik adalah proses belajar hebat dengan orang hebat. Anak-anak akan datang ke perusahaan besar dan mengajukan diri menjadi karyawan magang. Jangan tanya magang jadi apa ya, mereka magang jadi apa aja. Ngepel,membersihkan kamar mandi, apapun. Mereka pun tidak meminta gaji. Yang penting, mereka diberi waktu 15 menit untuk
berdiskusi dengan pemimpin perusahaan atau seorang yang ahli setiap hari selama magang.

9. Hal terpenting yang harus dibangun oleh sebuah keluarga adalah kesamaan visi antara suami dan istri. That’s why milih jodoh itu harus teliti. Hehe. Satu cinta belum tentu satu visi, tapi satu visi pasti satu cinta

10. Punya kurikulum yang keren, di mana fondasinya adalah
iman, akhlak, adab, dan bicara.

11. Di-handle oleh ibu kandung sebagai pendidik utama.
Ibu bertindak sebagai ibu, partner, teman, guru,
semuanya.Daaaan masih banyak lagi.

Penghargaan yang diperoleh Ibu Septi Peni Wulandani.
Sebagai aktivis sosial, mbak Septi telah memperoleh berbagai penghargaan atas kemampuan leadership dan perubahan yang dilakukannya, diantaranya adalah:
* Pemenang Danamon Award 2006 sebagai “Individu Pemberdaya Masyarakat”.
* Ashoka Fellowship 2007 sebagai “Woman of Enterpreneur”.
* Tokoh Pilihan Majalah Tempo 2007 sebagai “10 Tokoh yang Mengubah Indonesia”
* Penghargaan Menpora 2007 sebagai “20 Pemuda yang Mengukir Prestasi”.
* Nominator International Enterpreuner of the year dari Ernst and Young tahun 2007
* Ikon 2008 Majalah Gatra untuk bidang ilmu pengetahuan dan Teknologi
* Kartini Award versi majalah Kartini, 2009
Saat ini, mbak Septi mengembangkan beberapa inisiatif pendidikan dan kegiatan sosial, antara lain:
* Jarimatika, metode pembelajaran matematika.
* Abaca-baca, metode belajar membaca.
* Jari Quran, metode belajar Al Quran.
* Padepokan Lebah Putih, sekolah formal ramah anak.
* Komunitas Belajar Cantrik, komunitas para orangtua homeschooling.
* Ibu Profesional, gerakan pelatihan dan pemberdayaan para ibu.

Teman-teman yang tertarik bisa kepo twitter ibu @septipw atau gabung dan ikut kuliah online tentang keiburumahtanggaan di ibuprofesional.com.

Hhhhmmm. Gimana? Profesi ibu rumah tangga itu profesi yang keren banget bukan? Ia adalah kunci awal terbentuknya generasi brilian bangsa.

Saya ingat cerita Ibu Septi di awal kondisi beliau menjadi ibu rumah tangga. Saat itu beliau iri melihat wanita sebayanya yang berpakaian rapi pergi ke kantor sedangkan beliau hanya mengenakan daster. Jadilah beliau mengubah style-nya. Jadi Ibu rumah tangga itu keren, jadi tampilannya juga harus keren, bahkan punya kartu nama dengan profesi paling mulia:housewife.

So, masih zaman berpikiran bahwa ibu rumah tangga itu sebatas sumur, kasur, lalala yang haknya terinjak-injak dan melanggar HAM? Duh please, housewife is the most presticious career for a woman, right? Tapi semuanya tetap pilihan. Dan setiap pilihan punya konsekuensi. Jadi apapun kita, semoga tetap menjadi pendidik hebat untuk anak-anak generasi bangsa.

Dari kisah di atas, saya juga menarik kesimpulan bahwa seminar kepemudaan tidak melulu bahas tentang organisasi, isu-isu negara, dan lain-lain yang biasa dibahas. Pemuda juga perlu belajar ilmu parenting untuk bekal dalam mendidik generasi penerus bangsa ini.

Bukankah dari keluarga karakter anak itu
terbentuk? Wallahualambisshawab.


Sumber: http://www.tipspendidikananak.com/2014/11/subhanallah-ibu-ini-membawa-anaknya.html

0 komentar:

Post a Comment